Pages

Senin, 13 Oktober 2014

CERPEN "HANYA UNTUK MENUNGGU(Lagi)"

 HANYA UNTUK MENUNGGU(Lagi)

Aku menatap semu ke sebuah lorong gulita yang bersiluet dan sunyi, entah apa yang aku tunggu seakan pandanganku tak beranjak kabur dan ingin terus menatap kegelapan itu. “tuk.. tuk.. tuk…” hentakkan kaki seseorang pun tak membuatku terkejut. Aku masih tetap fokus dengan pandanganku. Di gedung tua ini aku menghabiskan setengah hariku hanya untuk memandangi lorong itu, lorong yang tersambung dengan pintu masuk dan keluar sehingga aku bisa mengetahui siapa saja yang datang dan pergi melalui lorong itu.
“Hey. What are you doing? Are you okay?” wanita paruh baya dengan rambut pirangnya berusaha memperhatikan aku dan dia terlihat bingung dengan keadaanku yang hanya duduk melamun terpengarah terhadap satu pandangan. Aku mencoba mengubrisnya “yeah, I’m fine” ku selipkan senyuman tipis yang kutampilkan di wajahku, tanpa ku alihkan pandanganku dari sudut lorong itu. Wanita itu beranjak kemudian dia mengelus tanganku dengan lembut dan menghapus kedinginan di ruangan ini seakan hangat dan membuatku nyaman. Dia berlalu dengan tergopoh-gopoh karena membawa barang-barang yang besar hingga dia menghilang di balik pintu masuk.
Dari Matahari terlihat terik dan bersemangat memulai hari, sampai Hujan rintik meredamkan aspal yang melepuh dan kini mulai membanjirinya. Jalan semakin Macet dan orang-orang berlalu-lalang mencari tempat teduhan, dari gedung ini sepi dan sunyi hingga aku mulai merasakan nafasku sesak dan kakiku terjepit barang-barang yang mereka bawa. Seseorang berseragam rapih yang bekerja di tempat ini bertanya kepadaku “selamat Malam Nona, Apa kau menunggu seseorang? Sedari siang aku melihatmu disini namun kau tak beranjak sekalipun dari tempat ini. Ada yang bisa saya bantu?” Aku mulai tersadar, seharian aku di tempat ini dan aku terbelalak melihat sekelilingku, sungguh ramainya disini “oh tidak, terima kasih. Saya mau pulang saja” aku bergegas berdiri, namun jemari kakiku mulai keram rasanya seperti disemuti puluhan ribu semut rangrang yang berkonvoi di kakiku. Aku merintih kecil hingga membuat petugas itu kembali bertanya “apa kau baik-baik saja nona?” dengan sigap ku pulihkan tenagaku yang tersisa lalu ku jawab “ya, saya baik-baik saja” dengan mengabaikannya aku berjalan melewatinya, sungguh arogan sekali sikapku ini tanpa mengakhiri perhatiannya dengan kata terima kasih, masa bodoh.
Menerobos hujan yang deras tanpa mengenakan pelindung anti air sehelai pun, Aku berjalan santai tak kupedulikan orang-orang yang menawariku ojek payung ataupun taksi yang berderet di pangkalannya. Pakaianku basah, Jalanku mulai tak berarah, pikiranku kembali merenung entah campur aduknya perasaanku kini yang ku inginkan hanya menangis. Aku tak habis pikir, hari ini ku habiskan hanya untuk menunggu (lagi) sudah berapa banyak waktuku yang tersita hanya untuk menunggu. “katamu kau akan pulang! Katamu kau akan kembali! Katamu kau tak akan buatku menunggu lagi! Katamu kau akan tepati janji!…” suaraku melampaui suara hujan, bibirku keriput sampai kurasakan hingga ke jemariku. Setengah nafas aku berusaha bernafas, sempoyongan aku berjalan, lagi-lagi kau buatku menelen asa mengundang hampa.
Aku lelah jika harus terus menunggu, menanti harapan palsu, membuat hidupku layaknya abu, rapuh dan menyapu alur. Jika ingin datang mengapa kau buatku semerana ini, Jika tak ingin datang mengapa kau beri aku untaian harapan yang tak dapat kau wujudkan? Hari ini seharusnya kau sudahi penantian panjangku, seharusnya kau menyadarinya, di Stasiun tengah Kota aku menunggu mengharapkan kedatanganmu, sosokmu yang selalu membuatku cemas bahkan melebihi kecemasan akan diriku sendiri. Semoga kau lekas pulih dari retaknya ingatanmu akan diriku.

0 komentar:

Posting Komentar