Pages

Senin, 13 Oktober 2014

CERPEN "JARAK PERTAMA"

 JARAK PERTAMA

Apa yang kupikir lagi? Semua telah benar-benar jauh dari gapaian. Walau menangis tiada guna, masih saja melakukannya. Seperti orang tolol meradang disini. Mengunci diri berhari hari tanpa sesuap nasi. Bahkan seteguk air pun tidak.
Senin, 18 November 2013…
“Kamu nggak sekolah?”, ujar Ady, pacarku. Dia terlihat kaget melihatku ada di depan rumahnya. Terasa kurang sopan memang seorang perempuan mendatangi rumah laki-laki. Waktu itu aku berani karena sebelumnya aku tahu bahwa dia sedang sendiri di rumah, orangtuanya sibuk.
“Nggak, aku kangen kamu. Kamu gak suka ya aku ke sini?”, jawabku.
Ady tersenyum, dia mengangkat daguku yang tertunduk. Lalu memegang pipiku dengan lembut. “Kamu boleh kangen aku Na, sangat boleh. Justru kalo kamu gak kangen aku itu perlu dipertanyakan. Tapi kamu gak boleh sampe ngorbanin sekolah kamu”, ucapnya hati-hati. Aku tahu dia sangat takut melukai perasaanku, karena satu alasan.
Aku kembali tertunduk, badanku lemas. Dunia seperti terhenti sepersekian detik. “Karena kamu gak pernah tahu rasanya Dy”, air mataku spontan jatuh. Namun aku tetap tertunduk tak ingin Ady melihatnya. Tapi isak tangis suaraku tak dapat kuelak lagi.
“Hey, kita pasti ketemu lagi. Gak selamanya aku disana Na, aku juga punya keluarga disini. Dan aku punya kamu Na, alasan terkuat untuk aku cepat pulang”, Ady berkata sambil memegang kedua pundakku yang membungkuk.
Kuberanikan diri menatap wajah Ady, dia terlihat tak sehancur aku. “Kamu bisa ngomong gitu sekarang Dy karena apa? Karena kamu masih disini. Lihat mereka Dy! Sudah berapa banyak yang kandas di tengah jalan hanya karena jarak?. Aku gak mau Dy!”, ucapku lirih.
“Nanti setelah kamu disana, kamu sibuk. Kamu ketemu teman-teman mu yang baru, kita jarang ketemu, sulit komunikasi, dan cewek-cewek di lingkungan baru kamu yang lebih baik. Kamu bakal lupa sama aku. Setelah kamu pulang dan semuanya akan benar-benar berbeda. Itu setelah kamu di sana Dy!”, gumamku. Semua benar-benar tak tertahan.
“Tiana! Sampai kapan kamu gak percaya sama aku?. Sampai kapan kamu hidup dengan ketakutan-ketakutan yang cuma bisa bikin kamu jatuh?. Gak ada yang bisa terjaga kalo kamu gak sedikitpun percya Na!. Kamu lihat teman-temanmu yang kandas di tengah jalan. Karena apa? Karena mereka gak jaga percaya. Sampai salah satunya bosan karena gak ada lagi yang bisa dipertahankan dengan kecurigaan. Kamu mau itu?”, Ady memuncak. Aku salah terlalu mendesaknya. Ini semua hanya karena aku tak pernah melawan jarak. Yang aku tahu, banyak mereka yang kalah melawan jarak.
Aku tak mampu berkata lagi. Hanya menangis kemudian terduduk di hadapan Ady. Yang terdengar hanya isak tangisku yang semakin menjadi jadi. Bahkan Ady pun sudah kehilangan kesabarannya untukku. Terlampau bodoh membebani Ady dengan tingkahku.
“Na, aku minta maaf. Aku gak bermaksud ngebentak kamu Na. Aku sayang sama kamu. Aku janji sama kamu, kita gak akan hilang komunikasi”, Ady tiba-tiba melembut. Aku tahu dia tak pernah bisa benar-benar marah padaku. Dia memelukku erat. Dan itu semakin membuat hatiku meraung.
Setelah itu Ady mengantarku pulang. Dan kau tahu? Ternyata itulah terakhir kalinya aku melihat Ady sebelum dia pergi untuk melanjutkan pendidikannya. Esok hari setelah hari itu, dia pergi tanpa pamit. Saat itu mama memberiku surat beramplop pink dan setangkai mawar.
Tiana, mawarku yang tak berduri.
Jangan takut sayang, semua akan baik-baik saja seperti yang kukatakan. Waktu kamu baca ini, jangan lagi mencariku di rumah. Karena tak mungkin kamu temukan aku lagi disana. Aku sudah pergi ke Jakarta, maaf tanpa pamit. Demi masa depan kita nantinya, semoga benar jodohku lah denganmu. Sekali lagi maaf aku tak pamit, karena tak sanggup lagi rasanya melihatmu tertekan menangisi jarak kita. Aku tahu sekarang matamu basah lagi kan? Jangan tunjukkan itu saat aku pulang nanti. Janji? Semakin jauh jarak kita, maka semakin tak mungkin bisa tak menyayangimu lagi Na.
Salam jarak,
Ady yang akan segera pulang ;)
Begitulah, begitulah isi surat pertama yang Ady beri. Kini ku pandang lirih surat itu. Kemudian aku tersadar, sampai kapan harus menutup diri seperti ini. Justru tak ada yang lebih baik. Ady hanya ingin yang terbaik untukku.
Meski aku tak pernah benar-benar percaya dengannya. Apa salahnya mencoba? Aku jahat jika terus seperti ini. Menyiksa diriku sendiri. Mengganggu Ady karena dia terus mengkhawatirkan keadaanku. Membuat mama cemas bahkan menangis melihatku terus-terusan mengurung diri.
Tidak boleh! Ady tak pernah suka melihatku begini. Aku harus kembali makan, kembali minum, kembali bicara, dan kembali sekolah. Ku hapus air mataku. “Mah! Aku mau makan”, teriakku.
Cerpen Karangan: Elfatiana Lulu
Facebook: Elfatiana lulu
Hai, namaku Elfa Tiana. Biasa dipanggil Lulu. Aku tinggal di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Aku bersekolah di SMA Negeri 1 Tanjungpinang. Aku duduk di kelas XI jurusan IPS. Aku cinta musik, dan pengangum masa lalu. Dulu pernah berjarak, namun kalah di tengah jalan. Kini sendiri menunggu cinta baru. Salam kenal ;)

0 komentar:

Posting Komentar