Pages

Senin, 13 Oktober 2014

CERPEN "MILIKKU MILIKMU MILIK KITA"

 MILIKKU MILIKMU MILIK KITA

Alkisah, ada sebuah zaman bernama Dahulu. Alkisah lagi, pada Zaman Dahulu hiduplah sesosok pria sejati perkasa bernama Arte Le Matika. Biasanya ia dipanggil Pak Arte. Karena telah mendapat sebutan “pak”, maka Pak Arte sudah memiliki seorang anak. Anaknya saya enggak tahu. Jadi gak usah diceritakan. Pak Arte adalah seorang pemotong professional atau biasa disebut Master Potong. Selama 35 tahun ia hidup, ia sudah melakukan berbagai macam perpotongan. Ia pernah mendapat juara 1 lomba memotong ekor semut tingkat nasional. Selain itu, ia juga pernah memotong kuku 10 harimau di alam bebas. Ia juga pernah juara joget potong bebek angsa. Pokoknya segala macam potong ia sudah menjadi ahlinya. Namun hanya 1 yang belum bisa ia lakukan, yaitu memotong tali persaudaraan dengan orang-orang yang ia kenal. Wesyeh…
Suatu hari, Pak Arte sedang berjalan-jalan di depan gubuk berlantai 3 miliknya. Langkah demi langkah telah ia langkahkan. Namun, langkahnya terhenti pada langkah ke seribu. Ia langsung mengambil langkah seribu. Loh? Ia terhenti karena melihat sebuah pohon yang indah nan membahana. Pohon itu adalah pohon yang diincar para pemotong kayu di seluruh dunia. Kayu dari pohon itu sangat cucok jika dijadikan bahan bangunan rumah. Kebetulan Pak Arte sedang membutuhkan kayu untuk membuat kandang semut kesayangannya, Antix. Antix adalah semut yang pernah menyelamatkan nyawanya. Waktu itu Pak Arte sedang memotong rumput di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Namun tiba-tiba muncul orang tak dikenal sedang marah-marah karena rumput di GBK sudah habis. Orang itu ngamuk dan menghentakkan kakinya ke tanah 3 kali. Lalu dia mengangkat satu tangannya dan berteriak sekeras-kerasnya, “HABIS DIBALAS HABIS. RUMPUT DI GBK SUDAH HABIS. KAU JUGA AKAN HABIS SEHABIS-HABISNYA. DEMI TUHAAAAAAANNN!!!”. Lalu muncullah ledakan yang maha dahsyat. Pak Arte langsung tiarap dan pura-pura mati. Sangat beruntung, karena ia tiarap, ia tidak terkena efek ledakan pria yang mengamuk tadi. Andai saja ia memasang posisi badannya lebih tinggi sedikit saja, mungkin nyawanya telah melayang jauh tinggi ke angkasa. Setelah ledakan berakhir, ia melihat seekor semut di kepalanya. Ia bersyukur, untung saja semut itu tidak menggigitnya saat terjadi ledakan. Andai semut itu menggigit, pasti Pak Arte kaget dan mengangkat badannya dan bisa terkena ledakan yang super dahsyat itu. Ia langsung merawat semut itu sebagai tanda terimakasihnya. Gitu lho ceritanya.
Setelah beberapa menit mem-flashback masa lalunya, Pak Arte langsung memotong pohon itu (lebih tepatnya menebang). Karena sudah menjadi keahliannya, tak butuh waktu lama untuk menebangnya. Hanya sekali libas saja, kayu-kayu dari pohon itu sudah menjadi susunan balok kayu yang rapi. Kayu itu langsung dibawa pulang untuk langsung dijadikan kandang. Setelah sampai di rumah, ia langsung bergegas untuk membangun kandang semut. Seluruh ahli bangunan professional diundang ke rumahnya demi terbangunnya kandang semut dengan maksimal. Guna menjaga keamanan saat pembangunan, Pak Arte juga menyewa sejumlah tentara angkatan darat yang jumlahnya kurang lebih 20 ribu personel. Detik-demi detik telah berlalu. Sedikit demi sedikit, akhirnya kandang semut itu jadi juga. Fondasi dan tiang-tiang sudah kokoh. Dindingnya sudah dilapisi cat anti bochor. Hanya saja, perlengkapan dalamnya yang masih kurang, yaitu AC, gym, dan kolam renang. Namun itu bukan persoalan yang sulit. Sepuluh menit lagi, mungkin sudah jadi.
Setelah selesai mengurus kandang semut, Pak Arte sudah merasa lega. Nafas yang ia hela sudah semakin ringan seperti kapas putih yang suci. Wush…
Suatu hari, Pak Arte sedang tiduran di depan rumahnya sambil menatap indahnya sang mentari. Beberapa kali matanya terbakar. Tiba-tiba terlihat sebuah cahaya yang sangat terang. Begitu kagetnya ketika Pak Arte melihat tanah yang terkena cahaya itu mengeluarkan asap. Ternyata itu adalah sinar matahari langsung. Lapisan ozon bumi sudah bochor-bochor. Sudah tidak ada lagi yang melindungi bumi dari sinar matahari. Lebih parah lagi, semakin lama, sinar matahari itu semakin banyak dan muncul api di mana-mana. Suasana pun menjadi sangat panas. Pak Arte langsung keringetan. Bahkan saking panasnya, keringat Pak Arte sampai mengeluarkan keringat. Semua orang panik dan berlarian tanpa arah yang pasti.
Di tengah suasana panik, tiba-tiba muncul secercah cahaya. Dan itu adalah seorang Peri Bumi. Peri itu akan menolong bumi untuk menghentikan becana yang super ini, namun ada satu syarat. Peri itu meminta Pak Arte untuk mencari 1000 pohon di kabupaten tersebut untuk dikorbankan menambal lapizan oson yang rusak (waduh kebalik). Pak Arte pun langsung bergegas mencari pohon. Seluruh kabupaten ia jelajahi dan ia telah menemukan 999 pohon. Sialnya, pohon yang ke 999 itu adalah pohon terakhir di kabupaten tersebut. Karena tidak sesuai syarat, Peri Bumi itu tidak jadi menolong bumi dan hendak pergi. Pak Arte langsung teringat pada pohon yang ia tebang sehari lalu. Andai saja pohon itu tidak ia tebang, mungkin saat ini bumi bisa diselamatkan. Namun tukang nasi sudah menjadi tukang bubur, semua sudah terlanjur. Ia pun meneteskan air mata sebagai wujud penyesalannya. Ia sangat menyesal karena perbuatannya. Ia langsung meminta Peri Bumi agar ia dijadikan pohon yang ke seribu untuk dikorbankan agar bumi bisa selamat. Peri itu pun mengabulkan permintaannya.
Pak Arte diubah menjadi sebuah pohon. Peri Bumi kemudian mengangkat tongkat sihirnya. Satu demi satu, pohon di kabupaten itu hilang, hingga sampai pohon yang ke seribu. Alhasil, lapizan oson (aduh kebalik lagi) sudah utuh kembali. Bencana mengerikan itu sudah berhenti. Bumi kembali dingin. Semua orang bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan.
Semenjak kejadian tersebut, orang-orang tidak mau lagi menebang pohon sembarangan. Bahkan mereka selalu menanam pohon baru setiap harinya. Bumi menjadi semakin hijau dan semakin nyaman untuk dihuni. Setiap hela nafas, yang terhirup adalah oksigen murni nan suci yang memiliki berjuta manfaat bagi semua makhluk hidup di dunia. Semua makhluk hidup hidup bahagia. Selesai.
Cerita ini memang hanyalah fiksi belaka. Tapi apa salahnya jika kita mengambil dan mengamalkan sisi positif dari cerita ini. Apa salahnya jika kita berhenti menebang pohon sembarangan dan sering menanam pohon. Toh ini juga untuk kebaikan bumi kita juga. Bencana yang timbul di cerita ini juga hanyalah fiksi dan akan tetap menjadi fiksi jika kita benar-benar menjaga bumi. Tidak menutup kemungkinan jika kita terus merusak bumi, maka bencana ini bisa menjadi non fiksi atau kenyataan. Tapi apakah kita akan menunggu sampai kejadian mengerikan ini terjadi? Tentu tidak. Ingat! Di dunia nyata tidak ada Peri Bumi seperti di cerita ini. Sekali bencana mengerikan itu terjadi, maka sudah tidak bisa dihindari lagi. Kita akan musnah dengan sangat konyol dan sangat hina. Mulai dari sekarang, marilah kita rawat bumi karena bumi ini bukan hanya milikku, bukan hanya milikmu, tapi bumi adalah milik kita. Lets Go Green and Save Our Earth.

0 komentar:

Posting Komentar