MILIKKU MILIKMU MILIK KITA
Alkisah, ada sebuah zaman bernama Dahulu. Alkisah lagi, pada Zaman
Dahulu hiduplah sesosok pria sejati perkasa bernama Arte Le Matika.
Biasanya ia dipanggil Pak Arte. Karena telah mendapat sebutan “pak”,
maka Pak Arte sudah memiliki seorang anak. Anaknya saya enggak tahu.
Jadi gak usah diceritakan. Pak Arte adalah seorang pemotong professional
atau biasa disebut Master Potong. Selama 35 tahun ia hidup, ia sudah
melakukan berbagai macam perpotongan. Ia pernah mendapat juara 1 lomba
memotong ekor semut tingkat nasional. Selain itu, ia juga pernah
memotong kuku 10 harimau di alam bebas. Ia juga pernah juara joget
potong bebek angsa. Pokoknya segala macam potong ia sudah menjadi
ahlinya. Namun hanya 1 yang belum bisa ia lakukan, yaitu memotong tali
persaudaraan dengan orang-orang yang ia kenal. Wesyeh…
Suatu hari, Pak Arte sedang berjalan-jalan di depan gubuk berlantai 3
miliknya. Langkah demi langkah telah ia langkahkan. Namun, langkahnya
terhenti pada langkah ke seribu. Ia langsung mengambil langkah seribu.
Loh? Ia terhenti karena melihat sebuah pohon yang indah nan membahana.
Pohon itu adalah pohon yang diincar para pemotong kayu di seluruh dunia.
Kayu dari pohon itu sangat cucok jika dijadikan bahan bangunan rumah.
Kebetulan Pak Arte sedang membutuhkan kayu untuk membuat kandang semut
kesayangannya, Antix. Antix adalah semut yang pernah menyelamatkan
nyawanya. Waktu itu Pak Arte sedang memotong rumput di Gelora Bung Karno
Senayan Jakarta. Namun tiba-tiba muncul orang tak dikenal sedang
marah-marah karena rumput di GBK sudah habis. Orang itu ngamuk dan
menghentakkan kakinya ke tanah 3 kali. Lalu dia mengangkat satu
tangannya dan berteriak sekeras-kerasnya, “HABIS DIBALAS HABIS. RUMPUT
DI GBK SUDAH HABIS. KAU JUGA AKAN HABIS SEHABIS-HABISNYA. DEMI
TUHAAAAAAANNN!!!”. Lalu muncullah ledakan yang maha dahsyat. Pak Arte
langsung tiarap dan pura-pura mati. Sangat beruntung, karena ia tiarap,
ia tidak terkena efek ledakan pria yang mengamuk tadi. Andai saja ia
memasang posisi badannya lebih tinggi sedikit saja, mungkin nyawanya
telah melayang jauh tinggi ke angkasa. Setelah ledakan berakhir, ia
melihat seekor semut di kepalanya. Ia bersyukur, untung saja semut itu
tidak menggigitnya saat terjadi ledakan. Andai semut itu menggigit,
pasti Pak Arte kaget dan mengangkat badannya dan bisa terkena ledakan
yang super dahsyat itu. Ia langsung merawat semut itu sebagai tanda
terimakasihnya. Gitu lho ceritanya.
Setelah beberapa menit mem-flashback masa lalunya, Pak Arte langsung
memotong pohon itu (lebih tepatnya menebang). Karena sudah menjadi
keahliannya, tak butuh waktu lama untuk menebangnya. Hanya sekali libas
saja, kayu-kayu dari pohon itu sudah menjadi susunan balok kayu yang
rapi. Kayu itu langsung dibawa pulang untuk langsung dijadikan kandang.
Setelah sampai di rumah, ia langsung bergegas untuk membangun kandang
semut. Seluruh ahli bangunan professional diundang ke rumahnya demi
terbangunnya kandang semut dengan maksimal. Guna menjaga keamanan saat
pembangunan, Pak Arte juga menyewa sejumlah tentara angkatan darat yang
jumlahnya kurang lebih 20 ribu personel. Detik-demi detik telah berlalu.
Sedikit demi sedikit, akhirnya kandang semut itu jadi juga. Fondasi dan
tiang-tiang sudah kokoh. Dindingnya sudah dilapisi cat anti bochor.
Hanya saja, perlengkapan dalamnya yang masih kurang, yaitu AC, gym, dan
kolam renang. Namun itu bukan persoalan yang sulit. Sepuluh menit lagi,
mungkin sudah jadi.
Setelah selesai mengurus kandang semut, Pak Arte sudah merasa lega.
Nafas yang ia hela sudah semakin ringan seperti kapas putih yang suci.
Wush…
Suatu hari, Pak Arte sedang tiduran di depan rumahnya sambil menatap
indahnya sang mentari. Beberapa kali matanya terbakar. Tiba-tiba
terlihat sebuah cahaya yang sangat terang. Begitu kagetnya ketika Pak
Arte melihat tanah yang terkena cahaya itu mengeluarkan asap. Ternyata
itu adalah sinar matahari langsung. Lapisan ozon bumi sudah
bochor-bochor. Sudah tidak ada lagi yang melindungi bumi dari sinar
matahari. Lebih parah lagi, semakin lama, sinar matahari itu semakin
banyak dan muncul api di mana-mana. Suasana pun menjadi sangat panas.
Pak Arte langsung keringetan. Bahkan saking panasnya, keringat Pak Arte
sampai mengeluarkan keringat. Semua orang panik dan berlarian tanpa arah
yang pasti.
Di tengah suasana panik, tiba-tiba muncul secercah cahaya. Dan itu
adalah seorang Peri Bumi. Peri itu akan menolong bumi untuk menghentikan
becana yang super ini, namun ada satu syarat. Peri itu meminta Pak Arte
untuk mencari 1000 pohon di kabupaten tersebut untuk dikorbankan
menambal lapizan oson yang rusak (waduh kebalik). Pak Arte pun langsung
bergegas mencari pohon. Seluruh kabupaten ia jelajahi dan ia telah
menemukan 999 pohon. Sialnya, pohon yang ke 999 itu adalah pohon
terakhir di kabupaten tersebut. Karena tidak sesuai syarat, Peri Bumi
itu tidak jadi menolong bumi dan hendak pergi. Pak Arte langsung
teringat pada pohon yang ia tebang sehari lalu. Andai saja pohon itu
tidak ia tebang, mungkin saat ini bumi bisa diselamatkan. Namun tukang
nasi sudah menjadi tukang bubur, semua sudah terlanjur. Ia pun
meneteskan air mata sebagai wujud penyesalannya. Ia sangat menyesal
karena perbuatannya. Ia langsung meminta Peri Bumi agar ia dijadikan
pohon yang ke seribu untuk dikorbankan agar bumi bisa selamat. Peri itu
pun mengabulkan permintaannya.
Pak Arte diubah menjadi sebuah pohon. Peri Bumi kemudian mengangkat
tongkat sihirnya. Satu demi satu, pohon di kabupaten itu hilang, hingga
sampai pohon yang ke seribu. Alhasil, lapizan oson (aduh kebalik lagi)
sudah utuh kembali. Bencana mengerikan itu sudah berhenti. Bumi kembali
dingin. Semua orang bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan.
Semenjak kejadian tersebut, orang-orang tidak mau lagi menebang pohon
sembarangan. Bahkan mereka selalu menanam pohon baru setiap harinya.
Bumi menjadi semakin hijau dan semakin nyaman untuk dihuni. Setiap hela
nafas, yang terhirup adalah oksigen murni nan suci yang memiliki berjuta
manfaat bagi semua makhluk hidup di dunia. Semua makhluk hidup hidup
bahagia. Selesai.
Cerita ini memang hanyalah fiksi belaka. Tapi apa salahnya jika kita
mengambil dan mengamalkan sisi positif dari cerita ini. Apa salahnya
jika kita berhenti menebang pohon sembarangan dan sering menanam pohon.
Toh ini juga untuk kebaikan bumi kita juga. Bencana yang timbul di
cerita ini juga hanyalah fiksi dan akan tetap menjadi fiksi jika kita
benar-benar menjaga bumi. Tidak menutup kemungkinan jika kita terus
merusak bumi, maka bencana ini bisa menjadi non fiksi atau kenyataan.
Tapi apakah kita akan menunggu sampai kejadian mengerikan ini terjadi?
Tentu tidak. Ingat! Di dunia nyata tidak ada Peri Bumi seperti di cerita
ini. Sekali bencana mengerikan itu terjadi, maka sudah tidak bisa
dihindari lagi. Kita akan musnah dengan sangat konyol dan sangat hina.
Mulai dari sekarang, marilah kita rawat bumi karena bumi ini bukan hanya
milikku, bukan hanya milikmu, tapi bumi adalah milik kita. Lets Go
Green and Save Our Earth.
0 komentar:
Posting Komentar