Piagam
Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu
itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui
motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah
yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui
mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian dapat
berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah
adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dakwah
Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun kesepuluh
kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Tetapi ada
beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh hati mereka.
Sebelum
Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy.
Tidak hanya gangguan psikis yang beliau alami, tapi juga diancam secara fisik.
Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam
menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi
gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang
berbunyi :
وَلاَ تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَ
السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ
عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ
حَمِيمٌ {فصّلت :34 }
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dengan
kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushshilat : 34).[5]
Kota
Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena
Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa
faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
a.
Abdul
Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya
menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh
kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa
bekasnya pada diri Nabi.
b.
Ayah
Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi
pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan
pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing
bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau penduduk
kota tersebut.
c.
Penduduk
Madinah dari suku Arab Bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi.
Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh,
bukan orang asing.
d.
Sebagian
besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping
itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat
dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
e.
Selain
berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di
dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi di Yatsrib. Mereka
mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama
ini.
Demikian
beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di
Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota tempat
tujuan hijrah, selain itu juga merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi
terbukanya syiar agama Islam.
Demikianlah
reaksi penduduk Madinah bagaimana mereka menanti kedatangan Rasul mereka.
Selain itu dakwah yang disampaikan Nabi setiap musim haji di Baitullah, juga
perjanjian Baitul Aqabah pertama dan kedua yang disepakati pada tahun kedua
belas dan ketiga belas dari kenabian semakin memuluskan jalan bagi Nabi untuk
diterima di Madinah. Perjanjian Aqabah I dan II mempersiapkan Nabi dan kaum
Muslimin secara psikologis dan sosiologis dalam pelaksanaan hijrah yang amat
bersejarah.[6]
Madinah
adalah sebuah kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota
Makkah. Penduduk kota Yatsrib terdiri dari beberapa suku Arab dan Yahudi. Suku
Yahudi terdiri Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani Quraidzah yang mempunyai
kitab suci sendiri, lebih terpelajar dibandingkan penduduk Yatsrib yang lain.
Sedangkan suku Arabnya terdiri dari suku Aus dan Khazraj, di mana kedua suku
itu selalu bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk didamaikan.[7]
Mush’ab
bin umar melaksanakan tugas sebagai duta pertama Nabi Muhammad ke Madinah,
serta membantu menyelesaikan masalah penduduk Madinah.[8] Nabi Muhammad datang dengan membawa
perubahan. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang
miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan
persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau telah
dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat suku
Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.
Sejak
nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah
beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan
agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.
Sebagai
seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri
dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi
juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan
dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau
menghadapi tiga kesulitan utama :
a.
Bahaya
dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
b.
Kaum
Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumber
daya yang amat besar.
c.
Perbedaan
di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.[9]
Dan
karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin
mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini
masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120
tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Auz dan Bani Khazraj. Sangat
sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam
kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi
akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang
amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil
mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan
Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya
dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius. Untuk mengatasi adanya
perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka
layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari
kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya
berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana
kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.
Upaya
yang dilakukan Rasul itu telah menjadi alat yang ampuh untuk mematikan segala
perang saudara dan permusuhan yang dulu selalu timbul di antara mereka. Iklim
baru ini sangat menunjang perkembangan agama Islam di Madinah. Sehingga dalam
tempo yang amat pendek, tidak lebih dari dua belas bulan sesudah Rasul menetap
di Madinah, menurut keterangan Ibnu Ishaq yang wafat dalam tempo hari tidak ada
lagi satu rumah orang Madinah yang belum Islam selain daripada suku kecil dari
suku Aus.[10]
Selama
beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan
mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha
mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup
berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi
Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi
ataupun musyrikin.
Dalam
perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah
terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan
memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi
segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara
garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :
a.
Bidang
ekonomi dan sosial
Keharusan orang kaya
membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa
dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan
pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah,
dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.
b.
Bidang
militer
Antara lain menggariskan
kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi
ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang
menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah
beliau sebagai Qa’id Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan
bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan
menuju tujuan. Dan tidak boleh sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu
Musyrikin Makkah (Quraisy). Baik dengan jiwa ataupun harta dan menjadi
kewajiban kaum Yahudi membantu belanja perang selama kaum Muslimin berperang.[11]
0 komentar:
Posting Komentar