Pada
hakikatnya, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran
Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah
ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya
pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di
Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan
pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi
etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah
itu secara garis besarnya terdiri atas :
1.
Orang-orang
muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
2.
Kaum
Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
3.
Orang-orang
Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku
seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
4.
Pemeluk
“tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas
masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari,
tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk
itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik
terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah.
Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan
tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi
pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau
menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.[1]
Isi
piagam Madinah itu merupakan fakta tertulis, tidak dapat dibantah oleh siapapun
yang mencoba mendistorsi sejarah Itu. Isinya memberikan perlindungan hak- hak
semua orang untuk hidup dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan
keyakinan mereka masing masing. Suatu paparan kehidupan bernegara yang
menjangkau kepentingan bersama, saling melindungi hak-hak bersama dan hidup
saling bantu membantu. Madinah waktu itu menjadi surga bagi semua agama untuk
saling melindungi, tidak terpetik sejarah adanya perlindungan berbangsa dan
beragama sebagaimana terjadi di Masa Piagam Madinah yang menjadi Deklarasi
bersama.[2]
Piagam Madinah merupakan sebuah catatan sejarah yang tidak akan pernah hilang
dari memori kejayaan Islam. Karena piagam ini merupakan bukti nyata bahwa islam
bukan hanya sekedar agama yang mengatur dalam kegiatan yang bersifat religious
saja tetapi merupakan agama yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Rasulullah
telah memberikan contohnya kepada kita semua bagaimana hidup bermasyarakat,
berbangsa, beragama, dan bernegara. Sehingga islam benar-benar menjadi agama
yang Rahmatan Lil’alamiin. Ahli sejarah Barat pada abad ke-18 sering
menganggap bahwa perlembagaan yang pertama di dunia ialah Perlembagaan Amerika
Serikat yang digubal pada tahun 1787 dan Perlembagaan Perancis yang digubal
pada tahun 1815. Tarikh yang lebih awal daripada itu pula ialah pada tahun 1215
apabila Magma Carta di Britain yang dianggap sebagai perlembagaan tidak
bertulis pertama di dunia.[3]
Namun begitu, penyelidikan yang dibuat dari sudut sejarah perlembagaan dunia
menunjukkan bahwa piagam politik yang memenuhi syarat-syarat kenegaraan pertama
yang muncul di dunia ialah pada abad ke-7. Perlembagaan yang pertama itu bukanlah
Perlembagaan Amerika Serikat atau Perlembagaan Perancis seperti yang dianggap
oleh sejarawan Barat tetapi perlembagaan itu ialah
Perlembagaan Madinah.[4]
0 komentar:
Posting Komentar