Pages

Selasa, 24 Maret 2015

ARTICLES

Tujuan dari terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada kaum muslimin waktu itu tentang bagaimana  cara bekerja sama dengan penganut bermacam-macam agama ketuhanan yang lain yang pada akhirnya menghasilkan kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya mempertahankan agama. Strategi nabi tersebut sangat ampuh , terbukti dengan tidak memerlukan waktu lama masyarakat islam, baik Muhajirin maupun Anshor  telah mampu mengejawantahkan strategi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak terlepas dari kepiawaian Nabi dalam melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang sangat. memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan yang lebih baik. Perubahan tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolak ukur dari keberhasilan atas perjanjian damai yang dibuat oleh nabi.[12]
Pasal-pasal dalam perjanjian tersebut  mencakup hampir semua kelompok di Madinah dan menjadi semacam front kesatuan. Kaum Yahudi dan Muslim harus saling membantu jika terjadi serangan terhadap orang-orang yang masuk dalam perjanjian ini. Mereka harus menjalin persahabatan yang baik, saling menasihati, berperilaku jujur, dan tidak saling mengkhianati.  Nabi Muhammad bahkan memasukkan orang-orang pagan (penyembah berhala) dalam perjanjian ini. Juga berisi berbagai macam kewajiban yang mengikat semua orang mukmin (kecuali orang pagan dan Yahudi), dan harus saling membantu anggota kelompoknya yang mempunyai beban hutang. Jadi perjanjian ini tidak hanya untuk mengatur masyarakat, tetapi juga meletakkan dasar-dasar sebuah Negara. di Mekkah, beberapa anggota senat menjaga kepentingan para pemilik ini,namun di Madinah hal itu tidak berlaku karena otoritas semacam senat tersebut sehingga tidak ada lembaga yang melindungi kepentingan para pemilik kekayaan atau individu dari kejahatan yang merugikan mereka. Perjanjian ini menjadi dasar bagi berdirinya perwakilan semacam itu. Dalam banyak hal, perjanjian ini mempunyai arti penting yang revolusioner bagi masyarakat Arab. Nicholson menulis, “Tidak ada orang yang mengkaji masalah ini tanpa merasa terkesan dengan kepiawaian politik pembuatnya. Sebagai langkah reformasi yang taktis, perjanjian itu merupakan sebuah revolusi. Muhammad tidak membuka pintu kemerdekaan suku-suku, tapi menghapuskannya dengan mengganti pusat kekuasaan dari suku kepada masyarakat, dan meskipun masyarakat itu terdiri dari kaum Yahudi, pagan, dan kaum muslimin, ia benar-benar bisa melihat ke depan apa yang tidak diketahui para oponennya, bahwa kaum Muslimin bersikap aktif dan di masa mendatang pasti menjadi kelompok yang dominan dalam suatu negara yang baru berdiri.”
Komentar dari Montgomery Watt: “Muhammad tentu saja bukanlah pemimpin tunggal masyarakat ini. Kaum imigran (Muhajirin) diperlakukan sebagai kelompok suku, dan ia adalah pemimpin mereka, namun ada delapan kelompok suku lain yang mempunyai pemimpin mereka sendiri. Jika konstitusi ini menjadi bukti kuat akan hal itu, Muhammad lebih unggul dari para pemimpin suku lain dalam dua hal. Pertama, orang-orang yang concerned dengan perjanjian ini adalah orang-orang mukmin, dan ini berarti mereka menerima Muhammad sebagai seorang nabi. Ini artinya menerima semua aturan yang mengikat yang berasal dari wahyu, dan memberi gelar kehormatan kepada Muhammad sebagai penerima wahyu dan mungkin ajaran kebijaksanaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, paling tidak dalam agama. Ini tidak berarti menerima semua keputusannya dalam masalah-masalah yang tidak diwahyukan. Kedua, meskipun konstitusi ini menyatakan bahwa ‘apabila kamu berselisih tentang suatu masalah , maka kembalikan kepada Allah dan Muhammad’ dalam bulan-bulan purnama, Muhammad boleh jadi tidak lebih dari seorang pemimpin agama masyarakat  Madinah. Dalam masalah-masalah politik, ia hanyalah seorang pemimpin kaum imigran, dan mungkin lebih lemah dibandingkan dengan para pemimpin suku lainnya”. [13]

0 komentar:

Posting Komentar